Pages

Sunday, October 5, 2025

Bukit Paniisan, Sentul

Agro Wisata Alam Bukit Paniisan via Wangun

12 September 2025


Rencana petualangan kali ini adalah menanjak ke bukit paniisan. Jalur menanjak melewati bukit sanema dan jalur turun melewati pasir pete. Sanema - Paniisan - turun lewat Pasir Pete, ingat, ini adalah rencana awal sebelum pendakian dimulai. 

Perjalanan kali ini bisa dibilang on schedule. Kami berangkat pukul 05.45 dari GKP Jatiasih dan sampai di base camp ibu cicih jam 08.45, sesuai perkiraan. Kami berhenti dua kali (2x) untuk isi bensin dan sarapan di alfamart. Biaya parkir di ibu cicih Rp. 10.000/motor, sewa track pole Rp. 10.000, dari parkiran ibu cicih kita bisa langsung melakukan pendakian ke pos 2, namun karena kami memang niat mendaki maka kami memutuskan untuk jalan dari pintu masuk pos 1, jadi dari parkiran ibu cicih kami harus turun lagi ke bawah, tidak jauh dari parkiran.

Biaya simaksi Rp. 15.000/orang. ternyata yang jaga loket tiket adalah anaknya bu cicih (maaf saya lupa namanya, kita sebut saja zahra), zahra terheran karena kami memilih turun lagi ke bawah daripada langsung ke pos 2 hehehehe, kami jadi sedikit banyak mengobrol. Karena ini perjalanan pertama saya ke agro wisata alam paniisan dan disini banyak puncak bukitnya bahkan ada rute ke curug juga, jadi saya minta kertas maps, ternyata mapsnya lagi habis, nah saya jadi banyak bertanya-tanya ke zahra, saya infokan rencana awal saya mau ke paniisan turun lewat pasir pete, lalu dia menginfokan kalau ada puncak baru namanya Pasir Teh, seketika itu juga tujuan kami berubah menjadi Sanema - Paniisan - Pasir Teh - Pasir Pete. Ada ide lebih gila lagi, ternyata dari paniisan bisa ke gunung palasari, si beben mengusulkan kita ke palasari saja, saya bilang itu next trip saja. ohh iya, di loket juga tersedia penyewaan track pole dengan harga Rp. 10.000. Pendakian dimulai jam 09.00.

Sampai di Bukit Paniisan jam 10.50, waktu pendakian juga sesuai rencana yaitu 2 jam. Rencana awal di bukit paniisan hanya minum es cincau (Rp. 5.000) dan memakan logistik yang kami bawa, jam 12.00 kami harus melanjutkan pendakian ke pasir teh. Namun rencana manusia tidaklah selalu sesuai dengan rencanaNYA. Hujan turun dan memaksa kami untuk menunggu hingga reda pada jam13.00. 

Setelah hujan jalanan semakin becek dan licin, dari kami bertiga hanya saya saja yang tidak menggunakan track pole, memang sudah terbiasa tidak menggunakan track pole tapi tidak untuk kondisi hujan. Puji Tuhannya, kami sampai di Pasir Teh pukul 13.45an, jalannya tidak begitu membuat lelah, jadi kami memang tidak ada berhenti. Tak lama beristirahat di pasir teh turun hujan lebat, angin kencang dan kabut. Hanya ada satu warung disini dan itupun tutup. Puji Tuhan beben bawa bekal dari rumah, akhirnya bekal itu kita bagi tiga dan kita makanin juga logistik yang masih tersisa, ada telur rebus, ubi kukus, tuna kaleng dan pisang, namun kami belum begitu kenyang dan berencana untuk makan mie di pasir pete.

Saya merasa sudah terlalu lama berada di pasir teh, lalu saya tanya ke kak della "jam berapa sekarang?" kak della bilang sudah jam 14.30, jujur kaget. Saya bilang ke kak della "kak, gue ga pernah turun di atas jam 3", lalu kak della bilang "yaudah kita tunggu hujannya sampai jam 3, kalau ga berhenti kita turun pake jas hujan", saya jawab "ok, tapi kita ga akan sempat makan lagi ya, kita makan di base camp aja". Tidak lama kemudian ada 3 orang bapak-bapak datang, 1 orang membawa pikulan, 1 orang bawa kresek besar, 1 orang bawa senpi. Ternyata orang yang membawa pikulan adalah orang yang punya warung, tadinya dia cuma mau menyimpan pikulannya yang berisi buah-buahan di warung, tapi ka della memberanikan diri bertanya "pak ada air mineral?" , beliau bilang "ada", lalu kak della bertanya lagi "pak, mau buka warung? ada indomie? dan akhirnya dia buka warung. Ini seperti suatu mukjizat bagi kami, hujan deras, kedinginan dan belum sepenuhnya kenyang tiba-tiba Tuhan kirim penyelamat. Akhirnya ita makan indomie, minum TSJ (teh, sereh, jahe) dan teh original asli buatan pak Abdul, ya nama yang punya warung di pasir teh adalah pak Abdul. 

Kami mengobrol banyak dengan pak Abdul, orang yang baik, ramah, bahkan beliau menawarkan kami untuk turun bareng lewat jalur paniisan. Semua di pasir teh ada filosofinya, kenapa namanya pasir teh, kenapa TSJ bukan cincau, dll. Harga mie rebus + telor + sayur + cabe Rp. 15.000, TSJ Rp.10.000,-. Kebaikan Tuhan lewat pak abdul tidak hanya sampai dia tiba-tiba datang, membuka warung dan menawarkan untuk turun bersama tapi juga kami diberikan pisang gratis buat perbekalan turun dan teh original di gratiskan, ehhh tapi pisang dan teh semua beben yang nikmatin sih, yaah rejekinya beben.

POV beben tentang kehadiran pak abdul.

Ketika, kami masih menunggu hujan reda beben menumpang untuk tidur dibale-bale belakang warung (bisa digunakan untuk sholat juga), sedangkan saya dan kak della di depan warung. Di bale-bale ada sarung, di dalam pikiran beben "ga lucu nih pas lagi tidur pakai sarung bapaknya dateng" , dan tiba-tiba pak abdul datang hahahaha. Beben kaget "kok bisa ya, baru kepikiran orangnya datang?"

lanjut cerita lagi...

Setelah hujan reda kami memutuskan turun dan tidak lewat paniisan. Kami bertanya rute turun ke pak abdul, katanya kalau lewat jalan lurus dari warung (pasir kumis) turunannya terjal, namun setelah melewati kali jalannya sudah bebatuan, sudah enak. Karena kami memang ingin melewati jalur yang berbeda dari pendakian akhirnya saya memutuskan untuk turun lewat jalur terjal. Jadi. kami berpisah dengan pak abdul di warung, pak abdul masih harus mencuci mangkok dan menutup warung dulu dan kami pun pamit untuk jalan duluan, karena pak abdul pun hanya butuh 30 menit untuk turun, sedangkan kami berjam-jam. Sebelum jalan pak abdul bertanya "pada pakai track pole kan?" kami jawab "ada pak", tapi dia melihat saya tidak menggunakan track pole, akhirnya dia ambil batang kayu yang dia pakai untuk pikul barang (ada beberapa batang kayu di warung) dan dia berikan ke saya.

Sekitar jam 15.30 kami pun jalan untuk turun bukit. Benar saja, ternyata turunannya terjal dan licin karena habis hujan. Saya terkesima lagi dengan kehendak Tuhan lewat pak abdul, ga habis pikir. Kalau ga dikasih tongkat kayu mungkin saya sudah jatuh beberapa kali. Ka della dan beben sedikit menasehati saya, mereka bilang keras kepala disuruh pake track pole ga mau, dikasih tongkat kayu sama pak abdul awalnya nolak, licin kan jalannya. Kami jarang istirahat ketika turun karena mengejar waktu, saya bilang kalau bisa jam 18.00 kita sudah di parkiran.

Jalur turun kami memang bukan jalur umum, tidak ada orang sama sekali, sekitar 30 menit ini yang membuat saya menyesal memilih jalur ini. Turunan terjal, licin, tidak ada orang, telapak kaki kak della sudah sakit, beben sepatunya licin. Kami hanya terus berjalan saja mengikuti arahan dari pak abdul yang diinfokan kepada kami sewaktu di warung. Puji Tuhan, akhirnya kami sampai di warung ibu cicih pukul 17.30.

Kami sangat mensyukuri perjalanan kali ini dan segala berkat yang tidak terduga. This is the real adventure, berasa turun bukit cari jalur sendiri. Walaupun tidak sesuai rencana saya, rencana mulai berantakan sejak hujan di bukit paniisan namun rencana Tuhan yang terbaik.

Jalur yang kami jalani : Sanema - Paniisan - Pasir Ipis - Pasir Teh - turun lewat Pasir Kumis

Simak perjalanan kami dalam video dokumenter ini :


No comments:

Post a Comment